Selasa, 13 November 2012

KONSEP WILAYAH DAN PUSAT PERTUMBUHAN


A.    Pola Keruangan Desa
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat, dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. (UU No. 5 Th 1979 Pasal 1)
Desa adalah merupakan suatu hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah lain. (R. Bintarto)
Unsur-unsur desa, yaitu : daerah/wilayah, penduduk dan tata kelakuan/tata kehidupan.
Ciri-ciri desa antara lain:
-       memiliki ikatan kekeluargaan yang erat (gemmeinschaft)
-       umumnya bermatapencaharian di sektor pertanian
-       norma agama dan hukum adat masih kuat

Dilihat sebagai suatu wilayah hinterland, desa berfungsi sebagai : wilayah sumber bahan pangan, sumber penyedia tenaga kerja, tempat rekreasi, dan pusat industri kecil dan kerajinan rakyat.

Sistem perhubungan/pengangkutan di pedesaan dipengaruhi oleh : keadaan topografi, letak desa, dan fungsi desa terhadap kawasan disekitarnya.
Potensi desa adalah seluruh sumber daya yang tersimpan di desa yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kelangsungan hidup masyarakat dan pembangunan desa. Potensi desa tersebut terdiri dari potensi fisik dan non fisik. Potensi fisik meliputi : lokasi, kesuburan tanah, air, iklim, topografi, keanekaragaman hayati, manusia. Potensi non fisik meliputi : sikap gotong royong, lembaga/organisasi desa.

Berdasarkan tingkat perkembangannya desa terdiri dari : desa swadaya (tradisional), desa swakarya (transisional) dan desa swasembada (maju).

B.    Pola Keruangan Kota
Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. (Peraturan menteri dalam negeri No. 2 Th 1987, Pasal 1)
Kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang lebih heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. (R. Bintarto)
Ciri-ciri kota:
§  Ciri fisik:
-       Terdapat pusat-pusat perbelanjaan (seperti supermarket)
-       Adanya tempat parkir yang memadai
-       Adanya tempat rekreasi dan olah raga
-       Adanya gedung-gedung pemerintahan
§  Ciri sosial:
-       Masyarakatnya heterogen
-       Bersifat individualistis dan materialistis
-       Mata pencaharian masyarakatnya nonagraris
-       Hubungan kekerabatan mulai pudar (gesselchaft)
-       Norma adat dan keagamaan tidak begitu ketat
 Secara umum kota dapat diklasifikasikan atas :
1)     Klasifikasi kota secara numerik (berdasarkan jumlah penduduk)
-       Kota kecil (20.000 – 50.000 jiwa)
-       Kota sedang (50.000 – 100.000 jiwa)
-       Kota besar (100.000 – 1.000.000 jiwa)
-       Kota metropolis (di atas 1.000.000 jiwa)
2)     Klasifikasi kota secara non-numerik (berdasarkan tingkat perkembangannya)
a.     Eopolis                               d.   Megalopolis
b.     Polis                                   e.   Tryanopolis
c.     Metropolis                           f.    Nekropolis
Berdasarkan fungsinya, kota terdiri dari : kota pusat produksi, kota pusat perdagangan, kota pusat pemerintahan, dan kota pusat kebudayaan.
Pola penggunaan lahan kota : teori konsentris (Burgess), teori sektor (Homer Hoyt) dan teori inti ganda (Harris Ullman).
Urbanisasi
Pengertian urbanisasi dapat diartikan sebagai:
-       Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk di kota.
-       Pemekaran wilayah kota dalam suatu negara atau wilayah.
-       Proses berubahnya suasana kehidupan pedesaan menjadi suasana kehidupanperkotaan.
-       Perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Faktor penyebab urbanisasi secara umum ada 2, yaitu faktor pendorong (push factors) yang muncul dari pedesaan dan faktor penarik (pull factors) yang datang dari kota.
C.    Interaksi Wilayah Desa dan Kota
Interaksi adalah suatu hubungan timbal-balik yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan dan permasalahan baru.
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu :
1)     Adanya wilayah yang saling melengkapi (Regional Complementarity)
2)     Adanya kesempatan untuk berintervensi (Intervening Opportunity)
Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang (Spatial Transfer Ability)
D.    Perwilayahan dan Pusat Pertumbuhan
Wilayah adalah suatu areal yang memiliki karakteristik tertentu. Suatu wilayah bisa diklasifikasikan berdasarkan satu atau beberapa karakteristik.
Contoh klasifikasi wilayah, yaitu:
  1. Wilayah  formal/uniform region adalah suatu kawasan geografis yang seragam atau homogen.
  2. Wilayah fungsional/nodal region/polarized region adalah kawasan geografis yang memiliki beberapa pusat kegiatan yang saling berhubungan
    Perwilayahan adalah suatu proses delineasi (pembatasan) suatu wilayah. Proses ini membutuhkan kriteria sebagai dasar pembatasnya .
    Untuk perwilayahan formal adalah untuk mengetahui wilayah mana yang seragam. Teknik yang biasa digunakan dalam pembatasan wilayah formal adalah dengan metode nilai bobot indeks. Untuk penentuan batas wilayah fungsional dipakai dua pendekatan yaitu: analisis arus dan analisis gravitasi. Dalam membuat perwilayahan berdasarkan fenomena geografis terdapat tiga aspek yang dapat dijadikan dasar untuk menentukannya, yaitu: keadaan fisik, keadaan ekonomi, keadaan sosial dan budaya. Menentukan batas wilayah pertumbuhan. Pusat pertumbuhan merupakan suatu kawasan yang perkembangannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi wilayah lain disekitarnya.
Secara umum, fungsi pusat pertumbuhan adalah:
-       memudahkan koordinasi
-       melihat perkembangan wilayah
-       meratakan pembangunan di seluruh wilayah

Teori dasar pusat pertumbuhan, antara lain :
1)     Teori tempat yang sentral (Central place theory) yang dikemukakan oleh Walter Christaller seorang geograf dari Jerman pada tahun 1933.
2)     Teori kutub pertumbuhan (Growth poles theory) yang dikembangkan oleh Francois Perroux seorang ahli ekonomi dari Perancis pada tahun 1955.

Teori tempat yang sentral. Teori ini menyatakan bahwa suatu lokasi pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk, harus terletak pada suatu tempat yang sentral, yaitu suatu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya.
Berdasarkan jenis pusat pelayanan, hierarki tempat yang sentral dibedakan menjadi:
-       Tempat sentral yang berhierarki 3 (k = 3) adalah pusat pelayanan yang berupa pasar atau sering disebut kasus pasar optimal.
-       Tempat sentral yang berhierarki 4 (k= 4) dinamakan situasi lalu lintas yang optimum, artinya daerah tersebut dan daerah disekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang paling efisien.
-       Tempat sentral yang berhierarki 7 (k = 7) dinamakan situasi administratif yang optimum. Situasi administratif yang dimaksud berupa kota pusat pemerintahan.
Untuk dapat menerapkan teori Christaller pada suatu daerah, ada 2 syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu:
§  topografi wilayah relatif seragam
§  tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer seperti padi-padian, kayu dan batu bara.

Teori kutub pertumbuhan. Teori ini menyatakan bahwa pembangunan tidak terjadi secara serentak, tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda. Tempat-tempat itulah yang dinamakan pusat atau kutub pertumbuhan.
Kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan industri berskala besar sebagai penggerak (leading industry). Keberadaan leading industry ini diharapkan dapat menimbulkan spread effect (efek penjalaran) dan trickling down effect (efek penetasan).

Di Indonesia, penerapan pusat-pusat pertumbuhan pada dasarnya merupakan penerapan gabungan teori Christaller dan Perroux. Wilayah-wilayah pembangunan utama di Indonesia dibagi dalam 4 Region utama, yaitu:
1)     Wilayah Pembangunan Utama A, dengan pusat pertumbuhan utama adalah kota Medan. Wilayah ini terdiri dari :
Wilayah Pembangunan I, meliputi: Aceh dan Sumatera Utara, yang pusatnya di Medan.
Wilayah Pembangunan II, meliputi: Sumatera Barat dan Riau, yang pusatnya di Pekanbaru.
2)     Wilayah Pembangunan Utama B, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Jakarta. Wilayah ini terdiri dari :
Wilayah Pembangunan III, meliputi: Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, pusatnya di Palembang.
Wilayah Pembangunan IV, meliputi: Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, pusatnya di Jakarta.
Wilayah Pembangunan V, meliputi: Kalimantan Barat, pusatnya di Potianak.
3)     Wilayah Pembangunan Utama C, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Surabaya. Wilayah ini terdiri dari :
Wilayah Pembangunan VI, meliputi: Jawa Timur dan Bali, pusatnya di Surabaya.
Wilayah Pembangunan VII, meliputi: Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dengan pusatnya di Samarinda.
4)     Wilayah Pembangunan Utama D, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Makassar (Ujung Pandang). Wilayah ini terdiri dari :
Wilayah Pembangunan VIII, meliputi: Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, pusatnya di Makassar.
Wilayah Pembangunan IX, meliputi: Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, pusatnya di Manado.
Wilayah Pembangunan X, meliputi: Maluku dan Papua, berpusat di Sorong.